"Seminar PR"

16.45

          Sedikit ilmu yang Saya dapatkan dalam mengikuti salah satu Seminar Nasional yang bertema "Perkembangan Public Relations di Era Globalisasi". Seminar ini diadakan pada hari ini Selasa, 13 Desember 2011 di Sukoharjo Room Sahid Jaya Hotel Solo. Seminar ini terdapat 3 pembicara yang berasal dari universitas  tercinta Universitas Sebelas Maret dan merupakan para dosen dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS. Ada juga seorang Keynote Speaker yaitu Ibu Prita Kemal Gani, MBA, MCIPR, APR (Ketua Umum PERHUMAS INDONESIA & President Direktur London School of PR). 
         Ini yang disampaikan oleh Ibu Prita dan sepertinya ada yang kurang saya catat .hehehe,,,
Praktisi Public Relations (PR) di Era Globalisasi harus memiliki :
  1.  Bekal pengetahuan, memahami perkembangan teknologi dan informasi
  2. Networking yang luas
  3. Kemampuan berbahasa Inggris
  4. Ketrampilan PR yang up to date
  5. Komunikasi lintas budaya
  6. Profesional, mematuhi etika dalam PR
  7. Transparansi dan kejujuran
  8. Kredibilitas dan Inkredibilitas
  9. Penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan
  10. Tekun dan terus melahirkan karya-karya terbaik
  11. Produktif dan inovatif
          Seminar ini sangat menarik. Pesertanya kalo saya liat merupakan para PR, calon PR (saya dan teman-teman*amin :)  ), Mahasiswa S1 dan S2 ilmu komunikasi. Dan ternyata.... yang tertarik untuk mengikuti seminar ini bukan hanya dari kalangan Ilmu komunikasi saja ada dari mahasiwa teknik mesin,,waaa,,dan dia duduk di sebelahku #halah
Mungkin ini yang bisa saya bagi sementara ini...hahihuheho

Kita Bersama

-In Action-

21.43

18 November 2011, diputuskan ke Yogyakarta. Berangkat pukul 7.25 dengan kereta Madiun Jaya AC (nyaman deh seimbang dengan harganya).
Tujuan : Benteng Vredeburg-Alun-alun Utara, Kraton-Museum Kereta Kraton Yogyakarta-Taman Sari-Malioboro
Hal yang paling menarik adalah, kepulangan kita dari Taman Sari menuju Malioboro kita benar-benar melakukan olahraga di siang bolong..Jalan Kaki,,betapa kuatnya kaki-kaki kita..=D Entah berapa jarak yang kita tempuh.





Kenarsisan kita-

Kita Bersama

SUKA_SUKA

23.07


Idul Adha jatuh pada tanggal 6 November 2011. Banyak nieh yang dapat daging sapi maupun kambing dari masjid di dekat rumah. Pada hari Senin, 7 November 2011, kami para mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS (8 orang *seharusnya) mengadakan masak bareng dengan bahan daging yang didapat teman-teman dari masjid. Hasilnya adalah SATE yang nikmat dan saya pun mengakui kelezatan masakan teman-teman..Menunya tak hanya sate ada lotis buah-buahan juga.

Ini Buktinya,,,,
Wujud Kebahagian Kita =D





Menu Kita




















































Foto-foto kebahagian dan keceriaan kami, belum banyak saya miliki...Kapan-kapan kalo sudah punya akan saya share...
             #THANKS to Me, Rini, Pipin, Evi, Didi, Siti, Puput, and Kahfi#
























































































































Kopi Seledri

19.34


Cerpen Sandiantoro

Kenangan. Terbuat dari apakah kenangan itu? Apakah kenangan itu seperti secangkir kopi yang selalu dirindukan kedatangannya? Atau seperti lengkingan terompet Miles Davis yang getir dan menyayat di malam-malam yang basah?

Hidup kita memang penuh kenangan. Sebuah kisah sambung-menyambung dengan kisah lain. Kadang terangkai dengan sempurna keindahannya hingga kita selalu menginginkan kenangan itu datang lagi. Kadang pula tercabik di sana-sini, dan meninggalkan perih yang mengiris. Aku ingin menjadi bagian dari kenangan itu, sepotong scene dalam kehidupanmu tanpa harus tahu akan kau letakkan di mana intro, reffrain, atau ending? Atau mungkin menjadi bagian interlude yang bisa timbul-tenggelam?

Kita memang sering merindukan kenangan, bersama rintik hujan sore hari, di saat malam sangat senyap, atau ketika berada di sebuah sudut tanpa batas. Kenangan sering datang perlahan, mendadak di depan mata, lalu lenyap begitu saja. Atau mungkin beringsut, ngendon sekian lama, membentuk sebuah gambar di bingkai kaca, dan melambai-lambai bak fatamorgana. Kenangan memang maya, tapi kita sering ditarik dalam alam nyata.

Seperti senja ini, aku mengenangmu. Bersama semua cerita dan bayangan yang pernah ada, membentuk sepetak fatamorgana di depan mata, ditemani cangkir mungil kopi seledri. Bersama selarik black forrest yang manisnya seperti masih tertinggal di ujung lidah. Bersama pendar-pendar bola matamu yang kadang tampil malu-malu. Bersama sekulum senyummu yang selalu dirindukan. Aku hanya bisa mengingat dan mengenangnya, karena pertemuan sudah menjadi sesuatu yang asing.

Sebuah pertemuan yang kau tawarkan membuatku bergairah. Kehadiranmu adalah bening. Pertemuan adalah penyegar bagi dahaga panjang kenangan. "Aku ingin bertemu denganmu besok sore," begitu yang terbaca di layar ponselku.

Aku langsung memencet tombol paling kiri atas dan menuliskan: "Jam brp? Di mana?"

Aku sangat antusias, seperti hujan pagi hari yang menyegarkan. Ini adalah kabar pertama setelah tujuh tahun lalu. Tak lama ponselku bergetar lagi: "Di tmpt biasanya. Pokoknya sore selepas kerja."

Pertemuanku dengan Maya memang sederhana, bahkan sangat sederhana. Pertemuan antara dua bayangan masa lalu yang terpenggal, lalu secara perlahan kembali dipertemukan oleh waktu. Dua bayangan itu tiba-tiba saling mendekat, tanpa kita pernah merasa kalau kita sebenarnya telah dekat. Dari sebuah rasa yang hanya bisa dikhayalkan, akhirnya bisa menjadi sebuah kenyataan. Seperti pertemuan dua muka, pertemuan dua telapak tangan, yang selama ini mungkin hanya hadir dalam cermin. Aku mensyukuri semuanya, seperti halnya mensyukuri pertemuan ini. Aku semakin yakin jika putaran waktu semakin tidak bisa ditebak dan tak terukur.

Pertemuan kami adalah seperti takdir. Aku hanya berani bilang "seperti" karena takdir itu sebenarnya bukan milik kami. Sebuah takdir yang terus menjaga perasaan (yang tersimpan bertahun-tahun tanpa harus bisa berbuat apa), lalu menghadirkan kembali di saat yang tepat. Sebuah takdir yang mampu membuat sebentuk pertemuan indah seperti pertemuan mentari dan batas cakarawala yang selalu menawarkan keindahan berbeda, saat pagi dan senja, dari hari ke hari.

Maya menyisakan rangkaian kisah bernama kenangan setelah menikah dengan seorang bankir pilihan orang tuanya. Katanya, menikah dengan bankir lebih terjamin hidupnya, banyak uang. Mungkin orang tuanya terilhami peribahasa: dekat wak haji bisa jadi santri, dekat penjambret bisa jadi penjahat, dan kerja di bank berarti mandi uang. Tak peduli itu uang orang. Busyet!

Sebuah senja yang indah menyapa, ketika sore yang dijanjikan itu datang. Dari langit temaram mentari sore menyemburkan sinarnya, membentuk larik-larik merah-jingga di ufuk barat. Sinar-sinar itu menerobos daun-daun yang melambai dan membentuk kotak-kotak keemasan di atas tanah. Aku pun membayangkan apa yang kau lakukan di sore yang indah ini? Apakah wajahmu sudah kembali bersinar dan seindah sore yang menyejukkan kalbu? Ataukah masih dilanda bad mood yang membuatmu enggan berkata-kata?

Aku dan Maya punya tempat favorit. Sebuah kafe taman di kota ini. Tempat duduknya di ujung kanan, bukan paling pojok tapi nomor dua dari ujung, di bawah pohon jambu air yang satu-satunya tumbuh di taman itu. Dari tempat ini kami serasa mendapat ruang tersendiri meski jarak kursi lain tak jauh.

Di bawah pohon jambu yang tak juga tinggi, kini aku menunggu Maya, menunggu kenangan, dengan cemas dan penuh harap. Aku hendak menelepon, aku ingin memastikan pertemuan ini. Nomor ponselnya sudah tertera di layar. Namun dalam batin terjadi perang antara ’ya’ dan ’tidak’. Akhirnya aku pencet tombol merah, aku tak jadi meneleponnya. Aku hanya ingin dengar suaranya langsung dengan melihat bibirnya terbuka.

Sebuah pesan singkat masuk lagi: "Aku agak telat, ada rapat kecil evaluasi. Tunggu dulu…." Menunggu sebenarnya membosankan, tetapi menunggu kenangan adalah sebuah keasyikan. Aku segera me-replay: "Tak apa, selesaikan dulu pekerjaanmu."

Di ujung jalan terlihat senja mulai turun. Merah keemasan menyiratkan berbagai kisah hari ini. Mega-mega kuning memecah cakrawala. Sinar-sinarnya mulai membuncah, bergelora menyergap barisan para pekerja yang menyemut di jalanan. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan pulang. Mungkin saja sedang bergegas menjemput istrinya. Mereka tampak sekali "bernafsu" ingin menaklukkan waktu. Mungkin mereka termasuk orang-orang yang mengkeret di sudut mata istrinya. Mungkin pula mereka takut karena istrinya baru saja lulus ujian sabuk hitam karate kyokushinkai. Yang jelas, mereka begitu takut dengan waktu (dan istrinya). Semua terlihat bergegas, berburu waktu. Itulah kota ini, ketika waktu sudah tak lagi cukup 24 jam.

Aku merasa tak pernah seperti mereka. Belum pernah aku bekerja seperti mesin waktu, berjalan normal dari pukul 09.00-17.00 WIB. Aku tak bisa seperti mereka ketika waktu bergerak selalu sama dari hari ke hari. Aku punya putaran waktu sendiri.

Waktu terus beringsut hingga berada di antara bibir senja dan malam. Cahaya mentari mulai meredup digantikan sinar-sinar elektronik. Udara sedikit sejuk. Aku mulai resah. Sudah hampir satu jam aku menunggu tetapi tubuh semampai dengan balutan rok tiga perempat tak juga muncul. Aku masih ingat baunya. Ia suka wangi Obsession. Tetapi hingga detik ini ujung hidungku belum terbetik wangi itu. Aku tetap bertahan, sebuah pertemuan setelah tujuh tahun belum tentu kembali terulang. Jangankan pertemuan, bertukar suara saja tidak. Kurun sering tak menentu, meski kadang datang dan pergi tak tentu arah. Begitu juga dengan hidup ini, selalu berjalan antara kejutan dan kenangan.

Jantungku berdegup semakin kencang. Pantatku mulai panas. Benakku terus dipenuhi pertanyaan: pertemuan ini jadi atau tidak? Apakah aku harus meninggalkan tempat ini?

Aku masih bertahan, dengan potongan-potongan kenangan yang beberapa penggal telah mengabur seiring langkah yang kian menjauh. Namun tetap menyilaukan, hingga aku tahu ke mana harus mencari titik-titik dirimu, antara senja dan malam berbintang.

Panggung kecil di tengah resto kebun itu mulai terang. Itu tanda pemusik yang memainkan nada-nada lembut siap beraksi. Hari itu Selasa, sebuah hari yang sebenarnya tak begitu pas untuk membuat kenangan tujuh tahun itu menjadi kenyataan. Tapi aku tak peduli. Aku terus menunggu, menunggu datangnya sebuah kenangan.

Aku dan Maya punya bayangan yang sama tentang masa lalu. Memendam kekaguman tanpa harus banyak bicara. Menyimpan rasa tanpa harus tahu ke mana jejaknya akan pergi. Tetapi apakah sebuah kekaguman itu harus dibicarakan? Aku rasa tidak. Rasa akan dijawab dengan rasa, jiwa akan dibalas dengan jiwa. Aku tak ingin orang lain menjadi elemen ketiga dari rasa kita, jiwa kita. Bukankah ini adalah rasa kita berdua? Bukankah ini jiwa kita berdua? Sebuah kekaguman, keinginan, rasa, dan jiwa yang kemudian dipertemukan. Aku ingin menikmati semuanya ini berdua, dengan rasa, dengan jiwa. Tanpa curiga, dan tanpa orang lain yang kadang tak paham dengan dunia kita.

Aku memesan kopi seledri, minuman kesukaan Maya. Selama ini bayangku tentang Maya hanya tertumpah dalam satu bentuk: kopi seledri. Aneh memang, tapi itulah kopi yang membuatku ingat padanya. Juga dengan kejap matanya ketika menghirup kepul uapnya. Sebenarnya itu adalah coffee mint. Tetapi ia lebih suka menyebutnya kopi seledri. Mungkin karena bentuk daun mint lebih mirip daun seledri.

Aku mulai tak sabar. Sayup-sayup terdengar intro Kenangan, lagu Bebi Romeo ketika ditinggal kekasihnya. Aku kirim SMS padanya: "Sudah sampai mana? Brp lama lagi aku harus menunggu?" Tak ada sepotong pun jawaban.

Mungkinkah dia terjebak macet hingga dua jam? Apakah rapat kantornya terlalu serius untuk diakhiri? Atau dia ditimpa kecelakaan lalu lintas? Dengan cepat aku menghapus bayangan buruk itu. Aku sahut cangkir, dan aku minum tiga teguk sekaligus.

Malam semakin pekat. Rembulan tiba-tiba muncul di angkasa, menyeruak dari balik awan hitam yang telah menyelimuti langit sejak sore hari. Rembulan itu kuning benar meski bukan saat purnama. Di sekelilingnya berbinar cahaya putih yang mengikuti ke mana pun dia pergi. Bulan itu seperti tersenyum, menawarkan sebuah keindahan malam setelah beberapa malam ini selalu tersembunyi. Aku pun bertanya-tanya, apakah bulan juga menyimpan dunia keindahan? Aku pun kembali bertanya, apakah di sana juga ada dua insan yang menyimpan kenangan dan memendam rindu?

Debar jantung mulai bergeser jadi resah. Aku membunuh waktu dengan membuka games di ponsel. Aku memilih snake, aku ingin memperbaiki rekor yang masih 710. Tetapi pikiranku sudah telanjur kacau. Angka yang tercatat tak pernah lebih dari 400 sebelum game over.

Aku sudah benar-benar tak sabar. Penat dan gerah sudah semakin tak mampu kutahan. Batinku seakan mau marah. Ingin sekali aku meneleponnya dan memakinya sekalian. Tapi selalu tertahan. Haruskah aku marah pada sebuah kenangan yang indah? Amarah itu surut diterpa kelebat bayangmu, dengan rambut tersibak bak iklan shampo.

Kopi seledri di hadapanku tinggal separo. Aku semakin gelisah, ditingkahi amarah. Apakah dia akan mempermainkanku sekali lagi? Aku pandangi lekat-lekat keramik broken white dengan garis hijau di sampingnya. Masih sama persis dengan tujuh tahun lalu. Bentuknya manis, tapi aku tak yakin itu bikinan FX Wijayanto.

Darahku kembali naik ke otak. Hatiku mulai panas, tak seperti sisa kopi ini yang semakin dingin. Crazy milik Julio Iglesias yang mengalun lembut tak mampu melunakkan hatiku. Akhirnya aku kirim SMS lebih keras: "Kita jadi bertemu atau tidak?" Aku tunggu beberapa saat. Tak ada jawaban. Batinku menjadi hening, pikiranku melayang-layang. Semua panca inderaku seperti dikepung bayangan Maya. Muncul kerlip sesaat, dengan cepat kubuka, ternyata hasil report dari pesan yang lalu.

Aku masih menunggu dengan rona muka yang tak lagi secerah sore tadi. Waktu terus berputar. Tak juga ada jawaban.

Anganku buyar. Aku memandang sesaat kursi kayu di depanku, tempat duduk Maya tujuh tahun lalu, juga kopi seledri yang tinggal seteguk lagi.

Ponselku kembali bergetar. Aku tahu itu dari dia, mungkin tinggal beberapa langkah lagi ia akan di depanku. Dengan sigap aku buka inbox. Betul dari dia. Dunia benar-benar gelap. Aliran darah seakan berbalik arah. Seribu tanya yang berkubang di kepala berubah menjadi beku. Ia menulis singkat: "Aku tak jadi bertemu, itu selingkuh." (*)
Palu-Makassar, September 2003

aroemza

Harapan

13.32

Tidakkah kau mengingat apa yang kau katakan beberapa hari yang lalu, kata-kata yang mungkin kau katakan tidak hanya kepadaku tetapi, mungkin saja ada orang lain yang pernah mendengarnya maupun kau katakan secara langsung.
Kata-kata yang mungkin bagi orang banyak adalah hanya bualan semata untuk mendapatkan suatu hal, atau pun seseorang yang ingin kau miliki. Sekarang, setelah hal itu kau katakan dan selama waktu ini kau gunakan untuk melengkapi kata-kata itu, aku seakan terhipnotis olehmu..Sepandai-pandai kau mengatakannya tetapi tak sepandai kau mempertahankannya. Kemungkinan hal yang terjadi hanyalah aku akan tercabik-cabik atas apa yang telah kau lakukan dan kau katakan. 
Selama waktu ini pula, aku telah berusaha yakin dan percaya. Kepercayaanku apakah juga akan kau yakini sama seperti diriku???

07.30

Urip neng tengah pasrawungan pancen angel, kadhang kudu iso nebel-nebelake kuping lan maras.

Lenyapnya Suatu Titik

20.08

Akhirnya, aku telah menginjakkan kaki di salah satu titik yang pastinya semua orang pernah merasakannya karena, titik ini menimpa pada orang-orang yang kemungkinan besar belum bisa mengerti dirinya sendiri.
Salah seorang yang menjadi bagian dari hidupku telah ku beri tahu akan hal ini. Tentang dimana aku telah sampai pada satu titik ini. Ia pun hanya menjawab, ia tak bisa membantu apapun, karena pasti titik itu akan menimpa dirimu. Baiklah, jawaban yang aku inginkan tidak kutemui darinya. Aku pun bercerita pada seseorang yang lainnya, aku telah tertimpa satu titik ini. Sepertinya kunci "Ikhlas" belum kau temukan kawanku. Lagi dan lagi aku mencari jawaban yang aku inginkan, "Manajemen Konflik" sangat diperlukan di dalam kau menjalani suatu hal ataupun ikut dalam suatu wadah apapun itu.Apakah yang aku alami ini merupakan suatu penyakit yang tidak diketemukan obatnya oleh para ahli, layaknya belum diketemukannya obat untuk penderita AIDS, malaria, kanker ataupun yang lainnya?? 

Ternyata...hanya waktu yang berjalan, dan benar kata seseorang, "ikhlas" pun dibutuhkan...Hingga akhirnya, titik itupun pudar secara pelan-pelan layaknya suatu titik yang terbuat dari tetesan tinta di sebuah kertas putih yang terkena percikan air. Semakin lama semakin pudar dan akhirnya hilang..

Titik jenuh lah yang telah membuatku layaknya orang yang tak tau apa-apa. Buta akan perasaan, sifat, tingkah laku yang terbaik yang pernah aku lakukan sebelumnya.

aroemza

eits..eits...

17.43

Tiap mau nulis di blog setelah sekian lama gak nulis kog harus minta maaf terus..GAk Asyik Ah..hehehe
Kalo mau to the point ya gak asik dong..
Kalo mau bertele-tele, e kog kayak mau telepon aja pake tele..hahaha
cukup sekian dan terima kasih=)
Hloh...dasar Gemblung ni anak...Peace...

aroemza

09.49

hello...hello..hello...
Lama nian nggak menulis di tempat yang luas ini...
ehmm..hampir 2 bulan sepertinya..sejak pertambahan usiaku..hahay
maaf..maaf..karena sekarang aku terlalu disibukkan dedngan rutinitas yang baru..
Alhamdulillah ada kegiatan, daripada nganggur di rumah cuma makan, nonton tv, tidur..hadeuh
semoga ke depannya aku selalu dimudahkan dalam segala urusan ya..amin
diberi kelancaran dan keberuntungan selalu..amin

           ,!))))
         q" - - )
          (    -  )
           _.>("i")._

19th

22.36

Selamat berkurang umur
Panjang umur, sehat selalu, dan mendapati apa yang terbaik di usiamu kini
Milad, every good things may come right down to you
Segera tercapai segala cita dan cintamu
Tambah pintar, sukses selalu
Tambah rejeki
Selalu di jalan Allah
Jatah hidup berkurang, dimanfaatkan sebaik-baiknya
Semoga semua yang kau kamu impikan dan kamu cita-citakan terkabul
Semoga Allah melindungi dan memberkahi sisa usiamu
Semoga tambah dewasa dan tambah baik sama teman-teman
Semoga Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayang-Nya untukmu
Semoga umurmu membawa keberkahan
Semoga menjadi wanita sholihah
Succes at all 
Dengan umur bertmbah yang pnting Perbaikan kualitas sikap

Barakallahufikum
amin ..
Semua kata-kata itu diperuntukkan untukku..
Semoga dapat menjadi Doa yang terkabulkan oleh ALLAH SWT
serta menjadi sebuah pemicu untuk diriku agar selalu ingat bahwa hidup cuma sekali dan selalu ingat kepada Sang Pencipta.

Diriku, Dirimu?

23.08

Tidakkah kau menyadari siapa sebenarnya dirimu?
Tidakkah kau ingat darimana kau berasal?
Apakah kau selalu gembira?
 Selalu tertawa?
Mungkinkah kau bersedih?
Mungkinkah kau menangis?

Apa yang telah kau lakukan selama ini?
Apa yang telah kau berikan selama ini?
Apakah kau benar-benar telah menjadi dirimu sendiri?
Pernahkah kau membenci?
Pernahkah kau membuat orang lain senang?
Pernahkah kau berbuat adil?
Pernahkah kau mengingkari akan janji itu?
Janji dimana kau akan menjadi dirimu sendiri
Tapi, apakah itu sudah kau lakukan?

Benarkah? Apa buktinya?
Kosong!!!
Isapan jempol!!
Munafik!!!

Namun, semua itu hanya kau yang tahu
Aku tidak akan menghukummu
Aku tidak akan menyalahkanmu
Karena kau akan menjadi dirimu
Dan aku akan menjadi diriku
"SEMOGA"