Bunga Matahari
20.24
Sedikit demi sedikit seiring dengan berjalannya waktu, dengan munculnya banyak cerita-cerita yang kurang menyejukkan telingaku aku sudah berusaha melupakan engkau wahai bunga matahari yang berduri. Apakah kau masih juga berduri? masihkah kau menyebarkannya bukan lewat angin tapi lewat angan-angan yang tak kunjung tercapai?
Mungkin aku bukanlah satu, tapi salah satu yang terkena durimu. Duri yang tajam, yang semakin lama bukanlah semakin sakit tapi semakin menikmati. Lalu, pelan-pelan duri itu kau cabut yang menyisakan sakit yang mendalam. Lama sekali aku mencoba mengobatinya. Bunga matahari lain pun datang tapi tak bisa membantuku menyembuhkan sakit itu, ia pun mundur. Karena aku yang memintanya. Aku yang menginginkan engkau yang menyembuhkan wahai bunga matahari yang berduri, dengan duri tajammu itu tapi yang bisa kunikmati, lagi!
Engkau pun datang dengan durimu yang tidak lagi tajam, menurutku. Namun, entah apa menurut mereka tajam. Kau pun berusaha menyebarkan duri itu, tapi aku berusaha menangkis dan menghindarinya akan bantuan dari melati-melatiku.
Sampai sekarang, mengapa melati-melatiku masih saja membencimu. Memang, pantas kau untuk dibenci? Seolah-olah aku terbuai akan kebencian mereka juga. Aku pun ingin mengatakan "Wahai Bunga Matahariku menghadaplah ke belakang dan lihatlah sebentar apa yang kau tinggalkan, sebelum kau melambaikan tubuhmu ke depan, menuju kebaruan".
By: Pexels.com |
-Untukmu yang selalu ingin aku rubah, tapi tak bisa wahai bunga matahari-
0 komentar
Berikan aku sebait tulisan komentarmu :D